Antara Aku, bulimia dan tubuh ideal

Aku tertarik untuk membahas topik mengenai bulimia dan anorexia setelah membaca beberapa artikel dan data yang menyatakan bahwa banyak sekali penderita kedua penyakit ini, bahkan di Indonesia sekalipun. Pada walnya diriku mengenal istilah bulimia setelah menonton wawancara eksklusif Lady Diana beberapa tahun yang lampau, pada saat itu beliau menungkapkan semua rahasianya termasuk penyakit bulimia-nya sebagai akibat atau mungkin lebih tepatnya pelarian dari depresi berat yang beliau alami.

Pada saat itu aku sendiri belum paham mengenai apa dan bagaimana kedua penyakit ini, hingga pada akhirnya, aku berkesempatan untuk menonton film barat (aku lupa judul filmnya) yang menceritakan seorang gadis pesenam yang mengidap bulimia sebagai cara untuk mendapatkan berat badan yang ideal dengan cepat.

Akibat tekanan dan tuntutan baik dari keluarga maupun pelatihnya, akhirnya sang pesenam terjebak pada penyakit itu, pada awalnya, ia merasa bisa mengendalikan bulimianya itu, namun ternyata semuanya berjalan di luar kendalinya, ia jatuh sakit dan pada akhirnya penyakit bulimianya semakin parah lalu iapun mengidap anorexia akut.

Dari film itu baru aku mengerti bahwa ternyata ada satu cara cepat untuk menurunkan berat badan tanpa perlu melakukan diet dan tentu saja sebagai seorang gadis remaja akupun tertarik untuk mencobanya, maklum pada saat itu, masa masa SMA, berat badanku tergolong agak berlebihan.

Bila diriku saat ini memandang balik ke belakang, akupun menyadari bahwa Itulah bahayanya apabila seorang anak ABG menonton sebuah film tanpa adanya pendamping ataupun bekal pemahaman mengenai masalah yang ada di film tersebu, lebih luas lagi adalah ketidakadaan filter dalam diri kita ketika informasi baru datang menghampiri, mengakibatkan diri kita dalam keadaan lemah, hanya mampu menerima tanpa mampu menelaah baik atau buruknya benar atau tidaknya.

Akupun mendapatkan ide/inspirasi yang salah dari film itu, padahal mungkin film tersebut dimaksudkan agar penontonnya mendapatkan gambaran betapa buruknya bulimia, namun yang kutangkap justru sebaliknya, aku melangkah ke jalan yang sama dengan tokoh utama film tersebut. Bulimia. Tak terbayangkan apa yang akan diambil oleh anak anak remaja saat ini ketika merekan menonton film MBA ( married by accident) atau Suster Keramas, entah ide apa yang mereka ambil, ah ironisnya. “Niat baik harus dilaksanakan dengan cara yang baik, suatu catatan penting untuk produser film”.

Kembali lagi ke topik awal kita, pada akhirnya akupun mencobanya, tapi, sumpah, sama sekali tidak mengenakkan ketika harus mengeluarkan kembali makanan apalagi ketika makanan tersebut sudah masuk ke dalam lambung, bercampur dengan asam lambung (hueekk..), perasaan mual yang menjijikkan. Setelah itu Aku tidak pernah mau lagi mencobanya.

Namun aku yakin banyak gadis gadis muda lainnya di luar sana yang tidak mengindahkan rasa tidak enak itu demi mendapatkan tujuan yang mereka inginkan. Hal ini dipicu oleh rasa minder mereka karena tidak memiliki bentuk tubuh yang ideal seperti gadis lainnya, ejekan yang mereka dapat dari teman atau orang di sekitarnya yang membuat mereka semakin tidak percaya diri dan membuat mereka merasa tidak diinginkan.

Tidak sedikit para pengidap bulimia datang dari keluarga yang baik baik saja, lingkungan keluarga yang selalu memberikan perhatian pada sesama anggotanya, namun suasana kebalikan justru didapatkannya dari lingkungan luar, teman atau orang lain selalu mengejek dan menjadikan mereka sebagai bahan lelucon. Dunia remaja adalah dunia yang keras. Tanpa mereka sadari, sesuatu yang mereka lakukan sebagai hal wajar ternyata dapat menimbulkan efek yang sedemikian dalamnya menggores kejiwaan seseorang.

Mungkin Aku termasuk orang yang beruntung karena pada saat itu aku memutuskan untuk tidak mencoba bulimia lagi, namun ternyata itu bukan akhir kisahku, setelah kelulusan sarjana barulah ceritaku dengan bulimia itu dimulai. Bulan bulan penantian panggilan pekerjaan setelah lulus kuliah memberikanku banyak waktu luang dan juga tekanan dalam jiwaku, aku habiskan waktuku dengan tinggal di rumah dan hal itu menyebabkan naiknya berat badanku.

Di saat itulah tiba tiba muncul kembali ide lama untuk mencoba menurunkan berat badanku tanpa program diet, lagi pula untuk diet, hal itu amatlah sulit untuk dilakukan. Ibuku adalah seorang juru masak yang pintar, semua masakannya selalu menghancurkan niat dietku.

Mungkin disinilah enaknya menjadi seorang bulimia,kita bisa memakan makanan apapun saja tanpa perlu merasa takut menjadi gemuk. Bagaimana tidak, semua makanan enak dapat kita makan, untuk kemudia kita keluarkan kembali sebelum makanan tersebut menjadi daging dalam tubuh kita.

Aku beranggapan bahwa bila aku bisa mengendalikan bulimia, karena bagaimanapun aku tahu perbuatanku itu dapat memberikan efek negatif pada tubuhku jika dilakukan secara berlebihan, maka aku tetap mengatur gizi yang masuk, semua yang aku anggap baik dan cukup, aku biarkan, sedangkan semua yang berlebih seperti junkfood sudah pasti akan aku keluarkan lagi.

Haha beruntung ternyata aku termasuk orang yang mempunyai pemikiran dan perencanaan yang bagus meski bukan untuk tujuan yang baik. Dan akhirnya aku mendapatkan hasil yang sangat memuaskan dan itu aku dapat dalam waktu yang cepat, dengan tambahan kenyataan, aku menyukai berolah raga maka tubuhku terlihat lebih baik lagi dari sebelumnya...(mau bilang seksi seh tapi ngga enak..:) ).

Tak terasa, kebiasaan itu berlangsung terus selama dua tahun, yang tanpa aku sadari ternyata berjalan semakin keluar dari kontrolku, aku kecanduan. Aku tidak lagi memperhatikan muatan gizi yang masuk ke tubuhku,ya, aku muntahkan semua makanan bukan hanya karena keinginan untuk menjaga bentuk tubuhkutapi juga untuk melepaskan semua permasalahan yang aku hadapi. Bulimia menjadi alat pelampiasanku, duniaku sendiri yang tidak diketahui oleh siapapun termasuk orang tuaku, pelampiasan atas semua kekesalan,kekecewaan dan semua permasalahanku.

Aku baru menyadari kesalahanku setelah akhir aku jatuh sakit dan pada saat itulah keluargaku tahu mengenai kebiasaan buruk itu. Merekapun sangat marah dan melarangku melakukannya. Tapi ternyata itu bukanlah momen untuk kesembuhanku, memang semenjak saat itu, aku mulai bisa mengurangi bulimiaku, tetapi masih jauh dari perkataan sembuh. Kekangan keluarga dan sikap keras yang ditunjukkan mereka, bukanlah solusi yang kuinginkan. Mereka tidak mengerti betapa aku terlanjur mengangap bulimia sebagai teman baik untuk semua permasalahan. Hanya ada aku dan diriku tanpa yang lain.

Hingga pada akhirnya menjelang pernikahanku, aku berjanji untuk meninggalkan kebiasaan burukku. Sayangnya sekali lagi aku gagal, aku kembali terlibat dengan sahabat lamaku itupada saat deraan masalah melandaku. Walau tak seburuk masa lalu namun aku masih sering berurusan dengan bulimiaku.

Ternyata tidak mudah untuk berubah, namun aku yakin suatu saat nanti aku mampu untuk melakukannya, suami dan keluargaku adalah orang orang yang sangat aku kasihi, mereka telah memberikan banyak waktu dan perhatiannya hanya untuk kesembuhanku. Semangatku untuk berubah bertambah saat aku membaca buku Quantum ikhlas didalamnya aku menemukan cara lain untuk menghadapi semua permasalahan hidup dengan cara ikhlas dan bersyukur.

Tidak mudah namun bukan berarti tidak mungkin. Insya Allah, kemudahan akan terbuka dihadapan kita. Amien.

Temanku, terima kasih telah berbagi.

Related Post



6 Responses
  1. sobatsehat Says:

    wah penyakit bulimia baru denger saya.......btw thanks infonya


  2. Anonim Says:

    sy juga bulimia..
    biaren dagh akh...


  3. Anonim Says:

    aku juga sama,,, demi BB ideal krn ikut Ca bor tertentu,,,, tapi alhamdulillah aku bisa berhenti tuh,,, walaupun aku skrg jd montok ...


  4. Unknown Says:

    aku juga penderita bulimea ……………:(n q tidk bs brhenti


  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

  6. kristnah Says:
    Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Thank you for your comment, i really appreciate it

Gema Pramugia