Mengapa Aku “RESIGN” dari Bank Central Asia

Berikut ini merupakan tulisan yang kudapat dari rekan kerjaku, Bayu Suseno, yang sedang merayakan hari ulang tahunnya hari ini, met ultah.

Hal yang menarik yang kudapatkan dari tulisan ini, salah satunya adalah 4 kategori karywan, sangat menarik, dan menurut sistem klasifikasi tersebut, diriku berada pada tingkatan ke.....
Selamat Membaca


**
*Mengapa Aku “Resign” dari Bank Central Asia
*oleh Made Teddy Artiana, S. Kom

*“Kok resign sih dari BCA ?”*

Entah sudah berapa kali, pertanyaan *simple* (yang jawabannya sama sekali
tidak *simple*) ditanyakan kepadaku. Seandainya saja aku mau berusaha keras
untuk mengingat kemudian menghitung jumlahnya, aku akan kesulitan
melakukannya. Karena memang tak terhitung jumlahnya, alias sudah teramat
sering.

Bahkan beberapa orang sempat berkali-kali memintaku untuk menuliskan hal
itu. Supaya menjadi pelajaran bagi orang lain, begitu alasan mereka. Bagi
siapa ? Entahlah.

Segolongan teman yang mewakili wiraswasta atau lebih beken disebut
enterpreneur, menunggu jawaban yang mereka harapkan dapat menjadi sekedar
pembenaran bagi alasan-alasan mereka menjadi enterpreneur. Alasannya
beragam, dari gaji karyawan yang dianggap kurang, dendam pada atasan, tidak
punya pilihan, dan berbagai alasan lainnya.

Sedangkan golongan yang kedua adalah kaum profesional (baca : karyawan)
tentunya, seringkali merasa jengah, bahkan sebelum mereka mendengar sepatah
kata apapun sebagai jawaban atas pertanyaan diatas.

Bagiku pribadi keduanya sama-sama klise dan sama-sama menggelikan.

Aku bekerja di PT. Bank Central Asia, Tbk dengan awal yang unik. Sebagai
seorang yang masih tergolong *freshgraduate* aku dipanggil oleh BCA untuk
sebuah wawancara. Sebagai sebuah catatan, ketika itu krisis moneter tengah
hebat-hebatnya terjadi di Indonesia. Puluhan ribu karyawan di PHK, sementara
puluhan ribu sarjana dan calon sarjana, ketar-ketir harap-harap mules, di
kampus mereka masing-masing. Mau keluar dari sana, tidak ada pekerjaan. Mau
bertahan dikampus, malu karena ketuaan.

“Saya ingin ditempatkan di team internet banking BCA”, jawabku ketika dua
orang petinggi di Divisi Teknologi Informasi bertanya tentang minat yang
mendorongku bergabung dengan mereka. “Tetapi team yang Anda maksud belum
ada”, jawab salah satu dari mereka, sambil menatapku tajam. “Dalam beberapa
bulan lagi team itu akan Bapak bentuk”, jawabku tidak mau kalah.

Mereka saling berpandangan satu sama lain.

“Salah seorang direktur BCA mengatakannya di koran”, sahutku seolah mengerti
jalan pikiran mereka. “Ia mengatakan dalam beberapa bulan BCA akan
mengkonsetrasikan diri mereka kepada pengaplikasian teknologi internet. Dan
itu pastilah berarti bahwa BCA akan membentuk team itu segera. Dan saya
ingin berada disana !”.

Salah seorang kembali bertanya, “Seandainya saja Anda ditempatkan di team
lain, dengan bidang yang lain, yang bukan merupakan team yang Anda mau.
Apakah Anda bersedia ?”.

“Maaf Pak, yang saya inginkan hanya di team internet banking, dan bukan yang
lain. Jika saya diletakkan dibagian lain, saya lebih memilih untuk tidak
diterima di bank ini, karena bagi saya itu adalah sebuah langkah mundur”,
jawabku membulatkan tekad memberanikan diri.

Dengan tidak aku duga sama sekali, kedua orang pewawancara itupun tertawa
terbahak-bahak, sambil menggeleng-gelengkan kepala mereka.

“Orang gila..orang gila….ya..ya..ya..”, kata mereka kepadaku.

Interview hari itu ditutup begitu saja. Dengan sebutan gila untukku dan
terakhir sebuah jabat tangan erat.

Beberapa hari kemudian aku dipanggil kembali, kali ini oleh dua orang yang
berbeda. Yang seorang berwajah tampan menggunakan kaca mata dan berkulit
putih bersih. Dia jauh lebih irip seorang model atau pemain film,
dibandingkan seorang pakar IT(Information Technology). Sedangkan yang
seorang lagi, berambut tipis dan memiliki perut yang gemuk. Kalau yang satu
ini memiliki aura IT yang begitu kental. Sorot matanya menandakan ia orang
yang sangat cerdas.

“Ha..ha..ha..rupanya ini orangnya…ha..ha…ha..”, sambut mereka serempak
ketika baru saja melihat sosokku memasuki pintu ruangan itu.

Kami segera berjabat tangan (lagi), dan setelah itu entah mengapa kedua
orang itu menghabiskan kurang lebih 2 menit selanjutnya dengan mengamatiku,
berpandangan satu sama lain, kemudian tersenyum, lalu menggeleng-gelengkan
kepala dan tertawa.

Singkat cerita, beberapa bulan kemudian BCA membangun aplikasi Internet
Banking mereka yang kemudian diberinama klikBCA, dan aku ada disana, sebagai
team inti yang bertanggungjawab akan tugas tersebut. Sesuatu yang sangat
membanggakan dan tidak akan terlupakan seumur hidupku. Aku mendapatkan apa
yang sungguh-sungguh ingin ku kudapatkan. Teknologi internet banking,
database, networking, web programming dan lain sebagainya.

Tidak hanya itu, sejak saat itu aku mendapat sebuah pelajaran yang sangat
berarti, bahwa hidup ini akan memberikan sesuatu apapun itu (yang baik)
kepada siapapun yang sungguh-sungguh meminta dan mengingininya.

Perjalanan yang sangat mengasyikkan kulakoni di bank itu, hingga tidak
terasa hampir tujuh tahun berlalu ! Banyak hal berharga yang telah kuterima
dari BCA kala itu, diantaranya : memperkokoh gelar Sarjana Komputer dari
kampus, dengan serangkaian praktek nyata dilapangan, belajar sistem dunia
perbankan, investasi didunia saham, termasuk pelajaran-pelajaran “tambahan”
lain.

Sepanjang waktu itu juga aku bertemu dengan beberapa tipe karyawan yang
“katanya” nyaris ada disetiap perusahaan. (Bahkan diperusahaan yang kubentuk
)

Tipe pertama, mereka yang antusias akan pekerjaan mereka dan bahagia
sekaligus bersyukur dengan *salary* yang mereka dapatkan. Mereka adalah
golongan orang-orang yang walau masih hidup didunia, tetapi merasa di surga.

Golongan kedua adalah mereka yang pasrah dengan pekerjaan mereka dan iklash
dengan *salary* mereka. Ini adalah tipe robot, yang melakukan sesuatu bukan
karena hasrat, tetapi sebagai sebuah kebiasaan. Dingin dan otomatis.

Golongan karyawan ketiga, adalah mereka yang begitu termotivasi pada
pekerjaan mereka tetapi tidak ambil pusing pada gaji yang mereka peroleh.
Ini adalah golongan pekerja sosial.

Yang terakhir, golongan keempat, adalah mereka-mereka yang benci pada
pekerjaannya, tetapi menerima uangnya (karena alasan kebutuhan). Tipe ini
akan selalu komplain, tetapi tidak pernah berani keluar dari tempat dimana
ia bekerja. Golongan ini kami sebut (bukan oleh saya…tetapi oleh kami)..agak
kasar mohon maaf…sekali lagi maaf…sebagai pelacur.

Golongan pelacur inilah yang paling mengherankan. Mereka komplain setiap
hari akan pekerjaan mereka, komplain akan gaji mereka, setiap hari
menjelek-jelekkan perusahaan tempat mereka bekerja, selalu merasa
diperlakukan tidak adil, selalu kurang, selalu ada yang salah, tetapi tidak
berani atau tidak berhasil mendapatkan tempat kerja baru. (mungkin karena
takut, atau mungkin tidak keterima dimana-mana).

Kempat hal inilah pelajaran “tambahan” yang kumaksud itu.

Oh iya, ada satu hal lagi yang paling berharga yang kuterima dari BCA saat
itu, yaitu diperkenalkan pada sebuah hobby bernama *photography*. Sebuah
hobby yang sangat luar biasa. Hobby ini juga yang membuat hari Sabtu dan
Minggu adalah hari tanpa istirahat buatku. Senin sampai Jumat di kantor,
sedangkan Sabtu, Minggu motret. Hobby ini terus bergerak sedemikian rupa
sehingga membuat Selasa hingga Kamis ada di kantor, Jumat bolos setengah
hari, untuk motret. Senin bolos fullday (jika Sabtu Minggu motret diluar
kota). Sabtu dan Minggu, hampir pasti untuk motret.

*Boss di kantor yang semula bertanya, “Kemana lu kok nggak masuk ?”,
akhirnya mengubah pertanyaan itu menjadi “Gimana foto kemaren, bagus nggak
?”*

Clientnya pun beragam, dari wedding, perorangan hingga perusahaan. Bahkan
kegiatan potret memotret didunia wedding, secara tidak sadar menggiring kami
untuk membentuk sebuah wedding planner yaitu Kistijah, yang tetap beroperasi
hingga sekarang. Lebih dari itu hobby photography akhirnya menggiringku
kesebuah persimpangan yang membuat aku mau tidak mau harus memilih yang satu
dan meninggalkan yang lain.

Tidak ada yang salah dengan Bank Central Asia, yang terjadi adalah sesuatu
yang berbeda dalam diriku. Aku menemukan sebuah panggilan yang semakin lama
semakin kurasakan memang diperuntukkan oleh kehidupan bagiku. Dan panggilan
itu bernama “enterpreneur”.

Proses kontemplasi ini berlangsung selama sebulan penuh pada saat aku
terbaring karena sakit dirumah. Ketika itu aku baru saja selesai mengerjakan
sebuah proyek foto dari dua buah perusahaan obat-obatan terbesar di
Indonesia, yaitu Kalbe Farma dan Dankos Laboratories. Mungkin juga karena
kurang beristirahat setiap minggunya, membuatku kelelahan dan akhirnya
jatuh sakit.

Merasa terpanggil, dan tidak ingin mendua hati, disamping perasaan bersalah
kepada BCA karena tidak bekerja seoptimal dulu, membuat aku akhirnya
memutuskan untuk menjawab panggilan itu dan meninggalkan Divisi Teknologi
Informasi PT. Bank Central Asia, Tbk.

Jadi alasan kepergianku dari BCA dan memulai perjalanan dalam dunia
enterpreneur tidak sama dengan alasan klise yang sering “digembar-gemborkan”
oleh sebagian dari mereka yang kemudian beralih dari karyawan menjadi
siluman enterpreneur. Orang-orang yang merasa mentok di karir pekerjaan,
atau ingin buru-buru kaya, ataupun dendam akan pekerjaan dan perusahaan
mereka.

(Aku resign dari BCA, sambil mengantongi sebuah janji promosi di satu tahun
kedepan)

Entah mengapa begitu banyak orang, baik dari golongan profesional/karyawan
maupun enterpreneur, mempunyai anggapan bahwa enterpreneur itu berada di
srata lebih tinggi dari kaum karyawan. Sebuah anggapan yang bagiku pribadi,
tidak selalu benar dan sangat tidak mendasar. Padahal kaum enterpreneur
seringkali sangat menggantungkan kesuksesan dan kelangsungan hidup bisnis
mereka pada para profesional yang ada. Apakah pengusaha sekaliber Bob Sadino
tidak membutuhkan sederet kaum profesional yang membantunya mencetak
miliaran rupiah ? Rasanya tidak mungkin.

Anggapan ini juga sama kelirunya -bagiku pribadi- dengan sebuah anggapan
bahwa kalau ingin cepat kaya jadilah enterpreneur, sedangkan kalau mau
miskin seumur hidup jadilah karyawan. Ini sesuatu yang aneh, mengingat
setiap orang memiliki gunung rejekinya sendiri-sendiri. Dan TUHAN, Yang Maha
Kaya sama sekali tidak dapat diukur dengan “besar-kecilnya” gaji yang
diperoleh oleh karyawan diperusahaan tempatnya bekerja, karena rejeki yang
IA siapkan tidak terbatas bagi masing-masing orang.

Sekali lagi, bagiku pribadi, semua ini adalah masalah panggilan dan pilihan.

Sehingga tidak ada alasan untuk tidak berbangga menjadi seorang
karyawan/kaum profesional apalagi seorang karyawan yang sungguh-sungguh
profesional. Dan sama sekali tidak ada alasan bagi kaum enterpreneur untuk
membusungkan dada dan memandang rendah mereka yang berada diquadrant lain.

Seperti nasehat bijak yang pernah kudapatkan dari seseorang yang luar biasa,
“Yang jelas dimanapun kita berada dan apapun status kita, selalu berikan
yang terbaik. Jika kita kebetulan sebagai karyawan, berikan yang terbaik dan
berdoalah selalu bagi perusahaan tempat kita bekerja. Jika kita adalah
enterpreneur, berikan yang terbaik untuk karyawan kita dan untuk
client-client kita, maka rekaman-rekaman tak kasat mata dalam hidup ini akan
mencatat secara sangat detail semua sumbangsih kita, kemudian menunggu waktu
tepat untuk membalaskan kepada kita semuanya itu. Bukan berdasarkan golongan
enterpreneur atau karyawan, tetapi seberapa tulus kita memberikan yang
terbaik bagi kehidupan. Karena TUHAN pemilik kehidupan ini tidak pernah
membiarkan diri-NYA berhutang kepada siapapun !” (***)

--

*what a wonderfull world ! what a exiciting journey !!
**Made Teddy Artiana, S. Kom*
http://semarbagongpetrukgareng.blogspot.com/
mobile # 0813 178 227 20
[ My Photography PORTFOLIO ]
# Commercial Photography #
http://companyprofile.multiply.com
http://withbobsadino.multiply.com

# Wedding Special Photography #
Pernikahan Agung Puteri Sri Sultan Hamengku Buwono X
GRAJ Nurkamnari Dewi & Jun Prasetyo MBA
http://nurkamnaridewi.multiply.com

# Prewedding Photography #
http://theanonymouslove.multiply.com/
http://loveforallseasons.multiply.com/
http://outdoorprewedding.multiply.com
http://prewedding.multiply.com
# Wedding Photography #
http://candidwedding.multiply.com
http://weddingcandid.multiply.com

Saya di Majalah SWA sembada (agustus 5-19 2009)
http://www.swa.co.id/swamajalah/siapadia/details.php?cid=1&id=9583

Related Post



1 Response
  1. fishdiver Says:

    Terima kasih buat ucapannya mas Gema...tulisan ini bener2 menginspirasiku... Mau liat yang ramping??


Thank you for your comment, i really appreciate it

Gema Pramugia